Apakah kamu tahu bahwa hanya 38% orang Indonesia yang memiliki literasi finansial memadai? Itu artinya, lebih dari separuh masyarakat kita tidak sepenuhnya paham bagaimana mengelola uang, berinvestasi, atau bahkan sekadar menabung dengan benar.
Padahal, di era serba digital seperti sekarang, kemampuan mengelola keuangan pribadi sangat menentukan kualitas hidup dan masa depan seseorang. Rendahnya literasi finansial telah menjadi penyumbang utama masalah kemiskinan struktural di Indonesia.
Apa Itu Literasi Finansial?
Sederhananya, literasi finansial adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan berbagai keterampilan keuangan, termasuk manajemen keuangan pribadi, penganggaran, dan investasi.
Ini mencakup:
-
Mengetahui bagaimana cara membuat anggaran
-
Memahami bunga pinjaman dan cicilan
-
Bisa membedakan mana investasi dan mana penipuan
-
Paham risiko keuangan dan perlindungan (asuransi)
Tanpa kemampuan ini, seseorang lebih mudah:
-
Tertipu oleh investasi bodong
-
Terjebak utang konsumtif
-
Tidak punya dana darurat
-
Gagal merencanakan masa depan
Data Mengejutkan Tentang Literasi Keuangan di Indonesia
Berikut adalah data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (OJK):
Tahun | Literasi Finansial | Inklusi Keuangan |
---|---|---|
2016 | 29,7% | 67,8% |
2019 | 38,0% | 76,2% |
2022 | 49,6% | 85,1% |
Apa artinya? Walaupun banyak orang punya akses ke bank atau fintech (inklusi tinggi), belum tentu mereka bisa mengelola uangnya dengan bijak (literasi masih rendah).
Dampak Literasi Keuangan yang Buruk
Rendahnya pemahaman tentang keuangan bisa berakibat sangat fatal, seperti:
-
Gaya Hidup Boros
Banyak orang yang tetap hidup konsumtif walau penghasilan kecil, karena tidak terbiasa menyusun anggaran. -
Gampang Terjebak Pinjol
Fenomena pinjaman online ilegal meningkat karena masyarakat tergiur kemudahan tanpa memahami bunga dan denda yang mencekik. -
Tidak Menabung atau Berinvestasi
Menurut BPS, hanya 14% rumah tangga Indonesia yang punya tabungan. Apalagi investasi? Masih dianggap “urusan orang kaya”. -
Tidak Punya Dana Darurat
Pandemi COVID-19 membuktikan, banyak keluarga bangkrut dalam hitungan minggu karena tidak punya cadangan dana.
Siapa yang Paling Rentan?
-
Generasi Muda (Usia 17–35 tahun): Meski melek teknologi, banyak yang lebih mengerti cara membeli saham daripada cara menabung.
-
Pelaku UMKM: Banyak pengusaha kecil yang gagal berkembang karena keuangan usaha dan pribadi tidak dipisah.
-
Ibu Rumah Tangga: Sebagai manajer keuangan rumah tangga, tapi seringkali tidak dibekali edukasi keuangan.
-
Pekerja Informal: Gaji harian atau mingguan sering habis sebelum akhir bulan.
Kenapa Literasi Keuangan Harus Dimulai dari Sekarang?
Karena tanpa bekal literasi keuangan:
-
Kamu tidak tahu bagaimana mempersiapkan pensiun
-
Tidak tahu cara menghindari jebakan utang jangka panjang
-
Tidak tahu bagaimana mengatur pemasukan dari berbagai sumber
Literasi keuangan bukan cuma soal tahu cara hemat. Tapi soal membangun hidup yang seimbang, aman, dan terencana.
Solusi: Edukasi Finansial untuk Semua!
Untuk meningkatkan literasi finansial nasional, dibutuhkan langkah konkret:
✅ Edukasi sejak usia muda
Sekolah dan pesantren bisa mulai memasukkan materi keuangan praktis, seperti membuat anggaran mingguan atau mengenal konsep menabung dan investasi.
✅ Pelatihan UMKM dan koperasi
Setiap koperasi atau pelaku UMKM wajib diberikan pelatihan keuangan digital agar usaha mereka bisa naik kelas.
✅ Kolaborasi dengan fintech
Banyak startup dan aplikasi yang sekarang menyediakan fitur edukasi keuangan gratis — harus dimanfaatkan maksimal.
✅ Kampanye digital
Kampanye lewat TikTok, Instagram, dan YouTube bisa jadi cara efektif menjangkau generasi muda.
Tips Sederhana Agar Tidak Gagal Finansial
-
Gunakan rumus 50/30/20 untuk pengeluaran (50% kebutuhan, 30% keinginan, 20% tabungan/investasi)
-
Punya minimal 3 bulan dana darurat
-
Hindari utang konsumtif (beli barang dengan utang padahal bukan kebutuhan)
-
Pelajari instrumen investasi: emas, reksadana, saham
-
Catat semua pengeluaran, sekecil apapun
Penutup: Pahami Uang = Kendalikan Hidupmu
Literasi finansial bukan ilmu eksklusif. Justru harus jadi hak semua warga negara, apapun latar belakangnya. Saat kamu paham ke mana uangmu pergi, maka kamu sedang mengambil kendali atas masa depanmu sendiri.
Jangan sampai kita kaya penghasilan, tapi miskin kebijaksanaan finansial.
“Bukan seberapa besar uang yang kamu hasilkan, tapi bagaimana kamu mengelolanya — itulah yang menentukan masa depan.”